Rabu, 07 Oktober 2015

SISTEM PEMERINTAHAN NEGERI ADAT MALUKU DARI ASPEK DAKWAH

Oleh: Syarifudin

A.    Pendahuluan
Dalam kajian Disertasi Husen Assagaf mengungkapkan dalam seminar Dosen Fakultas dakwah dan Ushuluddin menjelaskan bahwa system pemerintahan negeri di maluku diwarnai oleh Corak Islam, Portugis, dan Belanda. Misalnya system Uli, Aman, dan Soa pada masa Islam system adat ini masih digunakan sebagai salah satu kesepakatan adat untuk merawat, menjaga, melindungi, dan memelihara rasa persaudaraan antar nageri dari pengaruh negative luar.
Sejak Bangsa Portugis kali pertama mendarat di Maluku, terutama di Kerajaan Ternate pada tahun 1511, setelah mereka menguasai Kerajaan Malaka. Kedatangan Portugis di Maluku berikutnya pada tahun 1513 bertujuan menjalin kerja sama di bidang perdagangan, terutama rempah-rempah, dengan Kerajaan Ternate, Tidore, Bacan, dan beberapa kerajaan kecil di sekitarnya. Hubungan kerja sama di bidang perdagangan antara rakyat Maluku dengan Portugis pada saat itu dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Tahun 1513, bangsa Portugis datang di Ambon dan membuat beberapa peraturan keamanan, yang dibantu oleh sekelompok pemeluk baru agama Kristen yang berfungsi pula sebagai penyangga, dimana mereka bermukim dan berpusat disekitar benteng tersebut, yang kemudian menjadi kota Ambon (ibukota propinsi Maluku yang sekarang). Pada masa portugis system ini mulai dirubah dengan tujuan merubah cara berpikir orang negeri dalam memilih Raja atau sultan untuk memudahkan bangsa portugis mendapatkan rempah-rempah di Maluku,  Sistem Pemerintahan Desa di Maluku pada rezim adat dikenal dengan Pemerintah Negeri dan umumnya berlaku di Pulau Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah.
Pemerintah Negeri adalah merupakan basis masyarakat adat dan memiliki batas-batas wilayah darat dan laut yang jelas yang disebut petuanan negeri, dan sistem pemerintahan yang bersifat geneologis atau berdasarkan garis keturunan. Pemerintahan Negeri menurut Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tengah Nomor 01 Tahun 2006 Tentang Negeri merupakan penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Negeri dan Saniri Negeri dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat setempat dan diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.




B.   Negeri adat dan System Pemilihan
Sistem pemerintahan negeri adat Maluku jika dilihat dari aspek dakwah maka ia memiliki tiga pilar utama dalam memilih standar pemimpin atau raja, Yakni Raja adalah Imam yang bertugas sebagai pimpinan masyarakat dan pimpinan agama. Sebagai pimpinan agama juga diberi wewenang oleh raja untuk mengurus persoalan agama. Dalam system pemilihan organisasi raja memiliki peran strategis dalam mewujudkan system pemerintahan yang sehat dengan 4 kriterian karakter seorang raja yang perlu dimiliki oleh seorang raja sebagai modal menajdi raja yang diseut dengan istila STAF (Siddieq=pejuang kejujuran dan kebenaran), Tablik (kecerdasan melayani, menjaga, dan mengayomi rakyatnya, Amanah= tanggungjawab(, dan Fathanah(Kecerdasan Imani, Islami, dan Irfani)
Pada rezim adat, setiap Negeri memiliki struktur organisasi pemerintahan negeri. Susunan pemerintahan negeri adalah warisan dari pemerintahan Belanda dimana sistem hukum adat ini ditetapkan dalam keputusan landraad Amboina No.14 Tahun 1919; disebutkan bahwa Pemerintah Negeri adalah regent en de kepala soas’s. selanjutnya di dalam keputusan landaard Amboina No. 30 Tahun 1919 disebutkan bahwa negorijbestuur adalah regent en de Kepala-Kepala Soa, yang berarti bahwa pelaksanaan pemerintahan negeri dilaksanakan oleh Raja dan Kepala-Kepala Soa.
Adapun salah satu struktur organisasi pemerintah negeri dari Negeri Ameth di Kecamatan Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah dapat dilihat pada gambar 1. Pada gambar tersebut terlihat bahwa Raja dan Kepala Soa merupakan pelaksana pemerintahan negeri. Ini yang dikenal dengan sebutan Badan Saniri Rajapatti yang terdiri dari Raja dan Kepala Soa. Badan ini merupakan badan eksekutif dibawah pimpinan Raja. Raja, adalah pemegang pemerintah negeri yang bertindak juga sebagai kepala adat dalam meimpin acara-acara adat. Raja berkewajiban untuk memelihara hukum dan adat, kesatuan dan ketentraman negeri, melaksanakan administrasi negeri seperti perkawinan, pembagian warisan, dan lain-lain.
Dalam melaksanakan tugasnya ini maka Raja dibantu oleh juru tulis yang bertugas sebagai pembantu Raja dalam melaksanakan administrasi negeri dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Juru Tulis berfungsi dalam melaksanakan surat-menyurat, kearsipan dan laporan.Kepala Soa, diangkat oleh anak-anak Soa yang bertugas membantu Raja dalam melaksanakan pemerintahan negeri apabila Raja tidak ditempat. Kepala Soa diberi kewenangan untuk menggantikan Raja dalam melaksanakan tugas pemerintahan negeri di dalam melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Sebagai pemimpin dari suatu bagian di dalam negeri yang terdiri dari beberapa marga maka Kepala Soa juga berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi serta pendapat masyarakat yang ada dalam wilayah kekuasaan “Soa”nya. Kepala soa juga berperan sebagai kepala adat yang melaksanakan tugas dari Raja untuk melangsungkan acara kawin adat khususnya dalam menerima harta kawin yang diberikan dari mempelai pria kepada pemerintah negeri.
Di samping Saniri Rajapati ada Saniri Negeri yang merupakan kumpulan wakil-wakil Soa yaitu suatu kelompok masyarakat yang terdiri dari beberapa marga atau “matarumah”(adat) yang memilih dan mengangkat salah satu anggotanya sebagai wakil pada Saniri Negeri dan 1 orang sebagai Kepala Soa. Di dalam pelaksanaan pemerintahan negeri, maka dikenal ada badan legislatif yang dikenal dengan sebutan Saniri Negeri Lengkap. Saniri Negeri Lengkap terdiri dari: anggota Saniri, para tua-tua adat dan tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh seperti guru, pegawai, tokoh agama (pendeta/imam), Kewang; penjaga keamanan desa dan pengawas hutan dan laut, Kapitan; pemimpin perang; Marinyo; orang yang bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan keputusan pemerintah (Raja) kepada staf pemerintah negeri maupun kepada masyarakat; Tuan Negeri sebagai pemimpin pelaksana adat dalam negeri, dan Tuan Tanah. Tugas Saniri Negeri Lengkap adalah menentukan kebijaksanaan dan mengeluarkan peraturan-peraturan bersama dengan Saniri Rajapatti. Saniri Rajapatti dalam melaksanakan sesuatu hal yang penting di negeri akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan Saniri Negeri Lengkap untuk meminta persetujuannya. Pimpinan Saniri Negeri Lengkap ini adalah Raja, namun selain bertugas sebagai badan legislatif maka Saniri Negeri Lengkap juga bertugas untuk memilih Raja menurut tatacara yang berlaku.
Ada badan musyawarah negeri yang di kenal dengan sebutan Saniri Negeri Besar yang berperan sebagai badan yudikatif. Saniri Negeri Besar bertugas menyelenggarakan rapat lengkap yang bersifat terbuka antara Saniri Rajapatti dan Saniri Negeri Lengkap dan semua warga masyarakat pria dewasa yang berumur 18 tahun ke atas. Rapat ini dilaksanakan 1 tahun sekali biasanya di awal tahun atau pada akhir tahun dan berlangsung di rumah adat yang di sebut Baileo dan dipimpin oleh Raja.
Bila melihat kedudukan struktur organisasi pemerintahan negeri pada Gambar 1 diatas, maka Raja adalah merupakan orang yang pertama dan sangat memegang penting di dalam sistem pemeritahan negeri. Raja memiliki kapasitas dan fungsi sebagai pimpinan badan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Akan tetapi dengan kapasitas dan fungsi tersebut Raja tidak memiliki kekuasaan mutlak dalam menjalankan tugasnya dan dalam pengambilan keputusan, Raja harus mempertimbangkan pendapat dari badan  Saniri Negeri. Lembaga-lembaga adat yang terdapat dalam struktur Pemerintahan Negeri adat ini memiliki fungsi dan peranan yang sangat besar terhadap kelangsungan pembangunan masyarakat. Lembaga-lembaga adat ini sangat dihormati, dipatuhi dan dihargai oleh masyarakat terhadap berbagai hal seperti dalam pengambilan keputusan, penyelesaian sengketa batas tanah dan petuanan, pelantikan Raja, serta pelaksanaan upacara-upacara adat
Sebagaimana terjadi di wilayah dan desa lain di Indonesia, Propinsi Maluku juga mengalami masa transisi atau perubahan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa ke Kebijakan Desentralisasi (Otonomi Daerah). Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 telah melemahkan keberadaan institusi lokal. Ketika Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan, maka mekanisme dan kebiasaan pemerintah dan masyarakat setempat menjadi kembali ke sistem negeri dan adat sebagaimana sebelum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 diberlakukan.
Secara perlahan-perlahan kebiasaan sistem adat dan negeri dikembalikan seperti semula. Kepala Pemerintah Negeri (baca: Raja) mulai dipilih secara demokratis. Namun, pada umumnya posisi Kepala Pemerintah Negeri yang berlaku secara turun-temurun nampaknya lebih disukai oleh masyarakat negeri untuk menjadi figur atau pemimpin mereka. Dengan kata lain posisi Kepala Pemerintah Negeri yang turun-tumurun ini lebih memberikan legitimasi dari pada pemilihan Kepala Pemerintah Negeri secara demokratis. Proses pengembalian sistem negeri ini di beberapa tempat sempat menjadi persoalan. Misalnya hal ini menyebabkan terjadinya perseteruan untuk menjadi Kepala Pemerintah Negeri yang sekaligus berperan sebagai kepala desa.
Dalam konteks Maluku, Kepala Pemerintah Negeri berkedudukan sama dengan kepala desa, seorang Kepala Pemerintah Negeri dapat menduduki posisinya baik karena garis keturunan maupun karena dipilih secara demokratis. Dalam pelantikan untuk posisinya sebagai Kepala Pemerintah Negeri, kerapkali seorang Kepala Pemerintah Negeri harus mengalami dua kali pelantikan guna memperoleh legitimasi baik sebagai kepala pemerintah negeri maupun sebagai kepala pemerintahan administratif setempat.
Seperti halnya di desa-desa adat lainnya di Maluku, peran Soa Parentah mempunyai andil besar dalam penentuan bakal calon Kepala Pemerintah Negeri yang berhak mengikuti pemilihan. Pengajuan bakal calon yang diajukan oleh Soa Parentah menjadi bukti bahwa peran Soa Parentah didalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Pemerintah Negeri. Hal ini merupakan ketentuan hukum adat yang sudah berlaku sejak negeri itu ada.
Kepala Pemerintah Negeri yang telah menjalani masa pemerintahan pada prinsipnya secara langsung akan masuk didalam Soa Parentah dan tentunya mempunyai hak didalam menentukan bakal calon yang akan mengikuti pemilihan Kepala Pemerintah Negeri setelah lolos dari seleksi atau pembahasan di tingkat Saniri Negeri.
Diakui bahwa hukum adat sampai saat ini masih hidup dan berkembang di Maluku. Artinya masyarakat masih mengakui dan menghargai hukum adat sebagai hukum yang mengatur tatanan kehidupan mereka, walaupun patut diakui telah menjadi perubahan atau telah mengalami pergeseran akibat arus globalisasi dan modernisasi. Sebutan terhadap desa-desa adat di Maluku adalah Negeri dan sebutan untuk Kepala Pemerintah Negeri adalah Raja atau disebut dengan nama lain sesuai adat istiadat, hukum adat dan budaya setempat. Kepala Pemerintah Negeri dibantu oleh perangkat Pemerintah Negeri lainnya seperti Juru Tulis/Sekretaris Negeri dan Kepala Soa sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Negeri.
Seorang Kepala Pemrerintahan Negeri (Raja) hampir dipastikan berasal dari garis keturunan Raja pula. Tradisi ini dimulai dari zaman kolonial Belanda, bahkan mungkin di jaman-jaman sebelumnya. Sistem keturunan tersebut berlanjut walaupun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975 (Pemerintahan Desa) berlaku di masa orde lama. Sekarang ini dalam pemilihan kepala pemerintah negeri, masyarakat umumnya masih mendukung calon dari keturunan keluarga Raja. Fenomena ini adalah karena faktor tradisi dan adat yang masih cukup dihormati oleh masyarakat. [1]

Untuk menjamin kepastian hukum, prinsip demokratisasi yang disesuaikan dengan nilai-nilai hukum adat, tradisi dan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maka, Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan dan Pelantikan Kepala Pemerintah Negeri dan Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Negeri. [2]

Sistem pemilihan Kepala Pemerintah Negeri di Kabupaten Maluku Tengah menggunakan mekanisme dipilih secara langsung oleh penduduk negeri terhadap calon yang telah memenuhi persyaratan (Pasal 6 ayat 1 Perda Nomor 03 Taun 2006) Pemilihan kepala pemerintah negeri bersifat langsung, umum, bebas, rahasia dan adil (Pasal 6 ayat 2). Pemilihan Kepala Pemerintah Negeri dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu, penjaringan, penyaringan, penetapan calon, penetapan tanda gambar, kampanye, pemilihan/pemungutan suara dan penetapan calon terpilih (Pasal 7). Ini berarti bahwa sistem pemilihan yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2006 telah memenuhi unsur-unsur dan prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia.

Untuk menyelenggarakan pemilihan kepala pemerintah negeri, Badan Saniri Negeri membentuk Panitia Pemilihan. Saniri Negeri adalah Lembaga/Badan yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negeri dan sebagai unsur penyelenggara pemerintah negeri, berfungsi sebagai badan legislatif yang bersama-sama kepala pemerintahan negeri membentuk peraturan negeri, mengawasi pelaksanaan tugas dari kepala pemerintah negeri serta merupakan badan yang mendampingi kepala pemerinta negeri dalam memimpin negeri sesuai tugas dan wewenang yang dimilikinya.
Jabatan Kepala Pemerintah Negeri merupakan hak dari matarumah/keturunan tertentu untuk menentukan berdasarkan musyawarah matarumah/keturunan. Kekhususan berdasarkan adat istiadat dan hukum adat dimana hak untuk menjadi Kepala Pemerintah Negeri merupakan hak dari matarumah/keturunan tertentu yang harus dijunjung tinggi dalam kaitan dengan pengakuan eksistensi Masyarakat Hukum Adat sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Akan tetapi realita dalam masyarakat hukum adat di Kabupaten Maluku Tengah menunjukan adanya pengakuan matarumah/keturunan yang berhak menjadi Kepala Pemerintah Negeri Lebih dari satu. Oleh karena itu khusus pada negeri yang dimana matarumah/keturunan yang berhak menjadi Kepala Pemerintah Negeri itu tunggal (hanya satu) maka hasil musyawarah matarumah/keturunan dapat ditetapkan menjadi Kepala Pemerintah Negeri oleh Saniri Negeri.

Ruang demokrasi dimana rakyat berhak menentukan Kepala Pemerintah Negerinya terbuka melalui pemilihan, apabila matarumah/keturunan yang berhak menjadi Kepala Pemerintah Negeri merupakan matarumah/keturunan yang lebih dari satu berdasarkan hasil musyawarah matarumah/keturunan sesuai Peraturan yang berlaku. Prosesi pelantikan Kepala Pemerintah Negeri menjadi urgen dalam konteks menghidupkan adat istiadat dari Negeri maupun dalam konteks pendidikan, pewarisan nilai-nilai adat istiadat dan hukum adat serta pariwisata, maka prosesi pelantikan kepala pemerintah negeri itu dilakukan. Oleh karena itu, musyawarah matarumah/keturunan dan pemilihan kepala Pemerintah Negeri perlu dilakukan dan perlu ditetapkan dalam Peraturan Negeri.

Sistem pemilihan kepala pemerintah negeri secara langsung merupakan langkah politik yang sangat strategis untuk mendapatkan legitimasi politik dari rakyat dalam kerangka kepemimpinan kepala pemerintahan negeri. Legitimasi adalah komitmen untuk mewujudkan nilai-nilai dan nerma-norma yang berdimensi hukum, moral dan sosial. Jelasnya, seorang kepala pemerintah negeri yang terpilih dengan prosedur dan tata cara yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan tetap memperhatikan kekhasan dari masing-masing daerah, melalui preses kampanye  dan pemilihan yang bebas, fair dan adil sesuai dengan norma-norma sosial dan etika politik, didukung oleh suara terbanyak dari seluruh pemilih secara objektif, dan menjalankan tugas dan fungsi kepala pemerintahan negeri sesuai dengan komitmen dalam proses kampanye dan pemilihan.[3]



[1]Eric Stenly Holle, Sistem Pengangkatan Dan Pemilihan Kepala Pemerintah Negeri Di Maluku Tengah (Kajian Dari Perspektif Pembangunan Demokrasi di Indonesia).
[2]Eric Stenly Holle, Sistem Pengangkatan Dan Pemilihan Kepala Pemerintah Negeri Di Maluku Tengah (Kajian Dari Perspektif Pembangunan Demokrasi di Indonesia).
[3]Eric Stenly Holle, Sistem Pengangkatan Dan Pemilihan Kepala Pemerintah Negeri Di Maluku Tengah (Kajian Dari Perspektif Pembangunan Demokrasi di Indonesia).